Rabu, 15 Februari 2017

Ibu Bekerja itu Punya Alasan


Assalamualaykum..

Jangan nyinyir dulu..

sebenernya ini ditujukan ke saya sendiri sih hehe..
dulu pas masih kuliah, aktif di keputrian, ikut kajian internal /eksternal sana-sini. Apalagi rata-rata materi kajian itu ya kalo ngga tentang parenting yaaa tentang pernikahan / rumah tangga. salah satu hasilnya adalah saya bercita-cita jadi IRT full nanti setelah menikah. sebelum atau sesudah menikah.
dan saat itu jujur setiap ada case ibu yang ninggal anaknya dirumah karena bekerja (kantoran), yang ada di fikiran saya adalah : "kok tega sih anak dirawat orang lain" "kok begini" "kok begitu"

tapi ternyata, setelah saya bermetamorfosa menjadi istri, dan hasil diskusi dengan suami, dan akhirnya sata memutuskan untuk tetap bekerja, saya jadi tau rasanya.

sekarang alasan saya pribadi memutuskan untuk bekerja adalah saya masih ada beberapa tanggungan yang cukup banyak untuk diselesaikan. saya kasian sama suami kalo semua harus di back up olehnya. alhamdulillah dari hasil bekerja kami berdua, cukup banget buat handle tanggungan-tanggungan tsb. untuk ibu-ibu lain yang pure untuk berkarir-pun, pasti juga memiliki alasan kuat untuk tetap bertahan bekerja, menambah nilai value dalam diri tanpa mengabaikan kewajiban sebagai ibu pasti sudah termanajemen dengan baik.

saat itu saya langsung flashback, kalo nyinyiran saya terhadap istri / ibu bekerja saat itu kok keterlaluan sekali ternyata kalo difikir-fikir. :( alangkah baiknya dulu saya khusnudzon dulu, tabayyun dulu, jangan main judge ini itu tanpa tau penyebab apa yang membuat mereka meninggalkan rumah untuk turut banting tulang mencari nafkah.

terlebih lagi ketika lahirnya si kecil kedunia, saya makin berat sebenarnya untuk tetap ngantor. selama cuti 2,5 bulan, sebentar saja saya ngga pernah jauh sama dia, eh apalagi ninggal kerja selama +/- 12 jam sehari. rasanya batin saya teriris-iris saat itu, pada saat hari pertama kerja setelah cuti melahirkan, saya harus nangis sesenggukan teriak-teriak ke suami selama perjalanan ke kantor kalo saya ngga mau kerja. saya ngga sanggup kalau anak saya harus lebih lengket dengan utinya dibandingkan dengan saya ibunya sendiri. saya ngga sanggup saya hanya melihat dia saat dia sudah terlelap saja dan melewatkan ocehan-ocehannya yang lucu di siang hari.
maklum saya adalah wanita yang cukup baper.

saya terus meminta maaf kepada anak saya yang masih mungil itu, maaf ngga bisa merawat dia seutuhnya, maaf bukannya saya tak sayang padanya. saya beri pengertian padanya bahwa memang saat ini ibunya masih ingin membantu ayahnya untuk menyelesaikan tanggungan yang masih tersisa, seraya terus berikhtiar dan berdoa supaya saya bisa segera dibereskan urusan-urusan ini.

jadi jangan nyinyir pada ibu bekerja tanpa bertabayyun terlebih dahulu. karena kalau difikir-fikir ibu mana yang tidak ingin melihat perkembangan buah hatinya, ibu mana yang tidak berat ketika berpamitan kepada si kecilnya setiap pagi. Bukan meragukan firman Allah kalau Allah pasti mencukupkan rezeki orang yang telah menikah. tapi apakah rezeki itu akan datang sendiri tanpa dijemput ? untuk saat ini, inilah ikhtiar saya sebagai istri untuk membantu suami menjemput rezeki tersebut.

Lalu kenapa ngga wirausaha aja ?
benar, sangat terfikirkan hal itu. tapi jujur untuk merintisnya bukanlah hal yang mudah, tak munafik, diperlukan persiapan mental, maupun materi yang cukup.
beberapa dari kami para ibu bekerja, juga sedang ikhtiar mengumpulkan modal kok, tenang aja.
hanya bersabar sedikit, semua butuh waktu.


bersyukurnya saya, adalah memiliki suami yang sangat pengertian dan menghargai usaha saya untuk membantunya. ucapan terimakasih, dan maaf darinya, sudah sangat cukup untuk mengobati lelah saya. :)

adalah yang terpenting, suami ridho terhadap keputusan yang kita ambil.
seraya kewajiban utama sebagai istri dan ibu juga tetap bisa dijalankan dengan baik.
semua resiko pasti sudah difikirkan matang-matang.
jadi, mari bersabar dulu. semua akan indah pada waktunya.

Wassalamu'alaykum Warahmatullah Wabarakatuh :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar