Assalamualaykum..
Jangan nyinyir dulu..
sebenernya ini ditujukan ke saya
sendiri sih hehe..
dulu pas masih kuliah, aktif di
keputrian, ikut kajian internal /eksternal sana-sini. Apalagi rata-rata materi
kajian itu ya kalo ngga tentang parenting yaaa tentang pernikahan / rumah
tangga. salah satu hasilnya adalah saya bercita-cita jadi IRT full nanti
setelah menikah. sebelum atau sesudah menikah.
dan saat itu jujur setiap ada
case ibu yang ninggal anaknya dirumah karena bekerja (kantoran), yang ada di
fikiran saya adalah : "kok tega sih anak dirawat orang lain"
"kok begini" "kok begitu"
tapi ternyata, setelah saya
bermetamorfosa menjadi istri, dan hasil diskusi dengan suami, dan akhirnya sata
memutuskan untuk tetap bekerja, saya jadi tau rasanya.
sekarang alasan saya pribadi
memutuskan untuk bekerja adalah saya masih ada beberapa tanggungan yang cukup
banyak untuk diselesaikan. saya kasian sama suami kalo semua harus di back up
olehnya. alhamdulillah dari hasil bekerja kami berdua, cukup banget buat handle
tanggungan-tanggungan tsb. untuk ibu-ibu lain yang pure untuk berkarir-pun,
pasti juga memiliki alasan kuat untuk tetap bertahan bekerja, menambah nilai
value dalam diri tanpa mengabaikan kewajiban sebagai ibu pasti sudah
termanajemen dengan baik.
saat itu saya langsung flashback,
kalo nyinyiran saya terhadap istri / ibu bekerja saat itu kok keterlaluan
sekali ternyata kalo difikir-fikir. :( alangkah baiknya dulu saya khusnudzon
dulu, tabayyun dulu, jangan main judge ini itu tanpa tau penyebab apa yang
membuat mereka meninggalkan rumah untuk turut banting tulang mencari nafkah.
terlebih lagi ketika lahirnya si
kecil kedunia, saya makin berat sebenarnya untuk tetap ngantor. selama cuti 2,5
bulan, sebentar saja saya ngga pernah jauh sama dia, eh apalagi ninggal kerja
selama +/- 12 jam sehari. rasanya batin saya teriris-iris saat itu, pada saat
hari pertama kerja setelah cuti melahirkan, saya harus nangis sesenggukan
teriak-teriak ke suami selama perjalanan ke kantor kalo saya ngga mau kerja. saya
ngga sanggup kalau anak saya harus lebih lengket dengan utinya dibandingkan
dengan saya ibunya sendiri. saya ngga sanggup saya hanya melihat dia saat dia
sudah terlelap saja dan melewatkan ocehan-ocehannya yang lucu di siang hari.
maklum saya adalah wanita yang
cukup baper.
saya terus meminta maaf kepada
anak saya yang masih mungil itu, maaf ngga bisa merawat dia seutuhnya, maaf
bukannya saya tak sayang padanya. saya beri pengertian padanya bahwa memang
saat ini ibunya masih ingin membantu ayahnya untuk menyelesaikan tanggungan
yang masih tersisa, seraya terus berikhtiar dan berdoa supaya saya bisa segera
dibereskan urusan-urusan ini.
jadi jangan nyinyir pada ibu
bekerja tanpa bertabayyun terlebih dahulu. karena kalau difikir-fikir ibu mana
yang tidak ingin melihat perkembangan buah hatinya, ibu mana yang tidak berat
ketika berpamitan kepada si kecilnya setiap pagi. Bukan meragukan firman Allah
kalau Allah pasti mencukupkan rezeki orang yang telah menikah. tapi apakah
rezeki itu akan datang sendiri tanpa dijemput ? untuk saat ini, inilah ikhtiar saya
sebagai istri untuk membantu suami menjemput rezeki tersebut.
Lalu kenapa ngga wirausaha aja ?
benar, sangat terfikirkan hal
itu. tapi jujur untuk merintisnya bukanlah hal yang mudah, tak munafik,
diperlukan persiapan mental, maupun materi yang cukup.
beberapa dari kami para ibu
bekerja, juga sedang ikhtiar mengumpulkan modal kok, tenang aja.
hanya bersabar sedikit, semua
butuh waktu.
bersyukurnya saya, adalah
memiliki suami yang sangat pengertian dan menghargai usaha saya untuk membantunya.
ucapan terimakasih, dan maaf darinya, sudah sangat cukup untuk mengobati lelah
saya. :)
adalah yang terpenting, suami
ridho terhadap keputusan yang kita ambil.
seraya kewajiban utama sebagai
istri dan ibu juga tetap bisa dijalankan dengan baik.
semua resiko pasti sudah
difikirkan matang-matang.
jadi, mari bersabar dulu. semua
akan indah pada waktunya.
Wassalamu'alaykum Warahmatullah Wabarakatuh :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar